MAKALAH
AS
SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
DAN
DALALAHNYA
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Semester IV
Mata
Kuliah : Ushul Fiqh
Akhwal
Syakhsiyah (AS) B
Dosen
Pengampu : Abdul Kharis Na’im
Kelompok 5 :
1. Miftahul Faaiz (1420110049)
2. Lailatul Mahmudah (1420110061)
3. Nurul Hidayati (1420110072)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
TAHUN
AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
As Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam yang utama dan
kedudukannya setelah al-Qur’an. Di dalam kedudukannya sebagai sumber hukum
Islam, As Sunnah dan hadist berfungsi sebagai penjelas hukum-hukum dalam al-Quran dan menjadi nash bagi hukum-hukum
yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Adapun mengenai Sunnah dan Hadist mengandung
makna yang sama, yakni sama-sama semua perbuatan, ucapan, dan taqrir Nabi.
Adalah suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk senantiasa
mengamalkan Hadist dan Sunnah. sebab sama sekali tidak dibenarkan menyalahi
hukum dan suruhan Nabi. Hadist shahih dan tidak berlawanan dengan petunjuk
al-Qur’an, wajib menjadi pedoman bagi kaum Muslimin disetiap masa dan tempat.
Di dalam makalah ini, akan dibahas mengenai As sunnah sebagai
sumber hukum dan dilalahnya. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
B.
Rumusan
Masalah.
a.
Apa
pengertian As Sunnah?
b.
Apa
saja pembagian As Sunnah?
c.
Bagaimana
tingkat kehujjahan As Sunnah ?
d.
Bagaimana
Nisbah As Sunnah dengan al-Qur’an?
e.
Apa
saja Dilalah Hadist?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
As Sunnah
Secara etimologi kata sunnah berarti cara yang dibiasakan atau cara
yang terpuji, sunnah lebih umum disebut hadist yang mempunyai arti yaitu :
qarib, artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar artinya berita.
Selain itu sunnah dapat diartikan sebagai jalan yang terbentang untuk dilalui,
jalan yang baik atau tidak baik. Seperti sabda Nabi SAW berikut:
“barang siapa mengadakan sunnah /jalan yang baik, maka baginya
pahala atas jalan yang ditempuhnya itu, ditambah lagi pahala orang-orang
yang mengerjakannya sampai hari kiamat. Dan barang siapa mengadakan sunnah /
jalan yang buruk maka atasnya dosa karena jalan buruk yang ditempuhnya,
diyambah dosa orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat.”(HR. Bukhori)
Adapun pengertian sunnah secara terminologi dapat dilihat dari tiga
bidang ilmu yaitu ilmu hadist, fiqh, dan ushul fiqh. Menurut ulama hadist, sunnah
itu identik dengan hadist, semua yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, atau ketetapannya sebagai manusia biasa termasuk
akhlaknya baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul.
Menurut ulama ushul fiqh definisi sunnah adalah semua yang lahir
dari Nabi SAW selain al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun
ketetapan (taqrir) Nabi yang berhubungan dengan hukum. Sedangkan sunnah menurut
ahli fiqh, dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklif yang mengandung
pengertian, perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan tidak berdosa.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa sunnah/hadist menurut ulama
hadist mempunyai pengertian lebih luas daripada pendapat ulama ushul. Ulama hadist memandang bahwa semua yang datang dari
Nabi SAW baik yang berkaitan dengan hukum atau tidak. Sedangkan menurut ulama
ushul hanya terbatas pada sesuatu yang berkaitan dengan hukum saja.
B.
Pembagian
As Sunnah
Sunnah berdasarkan definisi para ahli di atas dibedakan menjadi 3
yaitu qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah.
1.
Sunnah
qauliyah sering dinamakan juga khabar atau berita berupa perkataan Nabi SAW
yang didengar dan disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat kepada orang
lain.
Bisa juga diartikan perkataan atau ucapan-ucapan Nabi yang bertalian dengan
syara’. Seperti contoh hadist berikut:”tidak sah shalat seseorang yang tidak
membaca surat al-Fatihah”.(HR Abu Hurairah).
2.
Sunnah
fi’liyah, adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, yang diketahui dan
disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain. Misalnya tindakan beliau
mengerjakan sholat 5 waktu dengan menyempurnakan cara-cara serta
syarat-syaratnya, cara berwudhu, dan
menjalankan ibadah haji.
3.
Sunnah
taqririyah adalah perkataan atau perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan dan
sepengetahuan Rasulullah tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap
ini menunjukkan persetujuan Nabi SAW.
contohnya adalah ketika Nabi disuguhi
daging dhab. Beliau tidak memakannya sehingga Khalid bin Walid bertanya: apakah
daging itu haram ya Rasulullah? Nabi menjawab: “tidak, tetapi binatang itu
tidak terdapat di daerah kaumku. Makanlah, sessungguhnya dia halal.” (HR.
Bukhori dan Muslim).
C.
Tingkat
Kehujjahan As Sunnah
Para Jumhur Ulama telah sepakat tentang sunnah Rasul sebagai sumber
hukum sesudah al-Qur’an dalam menetapkan suatu keputusan hukum, kekuataanya
sama dengan al-Qur’an. Sehingga As Sunnah ini dijadikan sebagai hujjah bagi
kaum muslimin dan sebagai sumber syari’at tempat para mujtahid mengeluarkan
hukum syara’. Oleh
karenanya wajib bagi umat Islam untuk menerima dan mengamalkan apa yang
terkandung dalam hadist selama sah dari Rasulullah SAW.
Adapun Dalil-dalil yang menyatakan As Sunnah sebagai sumber hujjah
bagi kaum muslimin adalah di antaranya :
Firman Allah yang artinya ”apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah, dan apa-apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS.Al-Hasyr:7).
QS.An-Nisa yang artinya:”barang siapa yang mentaati Rasul,
sungguh ia telah mentaati Allah…”(an-Nisa : 80).
Di dalam as sunnah terdapat dua hal yang tidak diragukan lagi,
yaitu: sunnah merupakan kunci membuka al-Qur’an dan penerang yang memberi
petunjuk untuk mengungkap hakikat dan mendalaminya secara mendetail. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam firman Allah SWT:
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada
tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami
datangkan kamu (Muhammad)menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”(QS.An-Nahl:
89).
“Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”(QS.
Al-Maidah:67).
Dengan demikian, maka sunnah wajib diikuti. Kita karena berpegang teguh
dengan sunnah dan mengamalkan, berarti kita telah mengamalkan kitab Allah.
D.
Nisbah
As Sunnah dengan Al-Qur’an
Ditinjau dari segi penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum syari’at nisbah as sunnah dengan al-Qur’an
bahwa as-sunnah sebagai sumber hukum yang sederajat lebih rendah dari
al-Qur’an. Artinya seorang mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa
tidak akan mencari dalam as sunnah dahulu, kecuali bila tidak mendapatkan
ketentuan hukum dalam al-Qur’an.
Sunnah adalah penjelas bagi al-Qur’an. Karena itu, penjelasan as
sunnah senantiasa mengikuti dan tidak
menyalahi al-Qur’an. Tentang nisbah as sunnah dengan al-Qur’an, Imam Syafi’I menjelaskan fungsi as sunnah
sebagai berikut :.
·
Sunnah
menerangkan ungkapan-ungkapan umum yang terdapat dalam al-Qur’an. Dalam konteks
ini sunnah juga berfungsi memperkuat apa yang telah diterangkan dalam
al-Qur’an.
·
Sebagai
penjelasan berupa rincian atau batasan-batasan atas hukum al-Qur’an yang masih
global, memberikan batasan ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum. Seperti bilangan
dan waktu sholat, kewajiban berzakat, dan pergi berhaji.
·
Sebagai
penentu hukum secara mandiri, dalam artian mengatur hukum yang tidak diatur di
dalam nash al-Qur’an. As sunnah mewujudkan suatu hukum yang tidak didapati di
dalam al-Qur’an.
Seperti contoh hadist yang mengharamkan seorang laki-laki mengawini wanita yang
sepersususuan, karena sama dengan mengawini wanita yang tunggal nasab.
E.
Dilalah
Hadist
Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya orang-orang yang
meriwayatkan dari Rasulullah SAW, dibagi 3, yaitu:
1.
Hadist
mutawatir, yaitu hadist yang diriwayatkan dari Nabi pada masa sahabat, tabiin,
dan tabiit tabiin, dan orang banyak yang tidak mungkin mereka sepakat untuk berbuat dusta. Hadist
mutawatir adalah qath’i wurudnya, yakni datang dari Rasulullah SAW wajib untuk
diamalkan karena diriwayatkan secara mutawatir, yang menetapkan kebenaran
asalnya dari Rasulullah.
2.
Hadist
masyhur, adalah hadist yang diriwayatkan dari Nabi, oleh para sahabat atau
sekelompok orang yang tidak sampai batas mutawatir, kemudian diriwayatkan di
masa tabiin dan tabiit tabiin sejumlah orang yang sampai batas mutawatir.
Contohnya adalah hadist yang diriwayatkan Umar bin Khattab :
انما الاعمال بالنيات
Artinya:” sesungguhnya segala amal itu bergantung kepada
niatnya…”
Hadist masyhur juga wajib diamalkan sebagaimana hadist mutawatir.
Hanya saja tingkatannya lebih rendah daripada hadist mutawatir dan lebih tinggi
dari hadist ahad.
3.
Hadist Ahad, yaitu hadist yang diriwayatkan
dari Rasulullah SAW oleh sejumlah orang yang tidak sampai pada batas mutawatir
pad tiga masa. Contohnya hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah:
من اشترى شاة فو جدها محفلة فهو بخيار النظرين الى ثلاثة ايام ان
رضيها امسكها وان سخطها ردها ورد معها صاعا من تمر
Artinya:”barang siapa membeli kambing, lalu ditemuinya ada
hisan, maka ia boleh berkhiyar selama tiga hari. Jika ia rela, maka
teruskanlah. Jika ia tidak rela, maka kembalikan dengan disertai satu sha
tamer.”
Dilihat dari segi dalalahnya, suatu sunnah itu adakalanya:A. Qathi’iyud
dalalah (petunjuk yang diperoleh daripadanya memastikan demikian), bila
pengertian yang ditunjuk oleh masing-masing sunnah itu tidak dapat ditafsirkan
kepada arti di luar artinya yang semula. B.zhanniyatud-dalalah (petunjuk
yang diperoleh darinya berdasarkan dugaan keras), jika pengertian yang ditunjuk
oleh sunnah itu dapat ditafsirkan kepada arti lain diluar arti semula.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata sunnah secara etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara
yang terpuji, sunnah umum disebut hadist yang mempunyai arti yaitu: qarib,
artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar artinya berita. sedangkan secara
istilah ulama ushul mengartikan sunnah yaitu segala dari Nabi SAW, baik
perkataan maupun perbuatan atau taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum
agama.
Sunnah sendiri dibagi menjadi 3 yaitu sunnah qauliyah, fi’liyah,
dan taqririyah. Adapun nisbah as sunnah dengan al-Qur’an adalah :
-
Sunnah
menerangkan ungkapan umum yang terdapat dalam al-Qur’an
-
Sebagai
penjelasan dan memberikan batasan terhadap hukum al-Qur’an yang bersifat global
dan mutlak, dan
-
Mengatur
suatu hukum yang tidak diatur di dalam nash al-Qur’an.
Ditinjau dari segi dalalahnya, sunnah itu ada kalanya yaitu: Qath’iyud
dalalah dan zhanniyatud dalalah.
B.
Kritik
dan Saran
Di
dalam pembuatan makalah Ushul Fiqh ini,
yang membahas tentang “As Sunnah sebagai sumber hukum dan dalalahnya” penulis
merasakan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA