Sunday, March 18, 2018

contoh akta penyerahan


AKTE PENYERAHAN
Nomor :305/VII/29/2017

Pada hari ini, Jum’at tanggal lima Agustus dua ribu tujuh belas (05-08-2017) Tiffany Hwang
Berhadapan dengan saya Nurul Hidayati, SH, MH, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri saksi-saksi yang nama-namanya akan disebut pada akhir akte ini dan yang telah dikenal oleh saya, Notaris: Nurul Hidayati, SH,MH
1.      Tuan Im Siwan, Manajer, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Kaveling Polri nomor 198, Jelambar; Jakarta Selatan untuk selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak pertama atau yang menyerahkan……
2.      Tuan Park Ji Min , swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Daan Mogot Kavling 100 Perumahan Taman Indah Blok  H nomor 09;
Untuk selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua atau yang menerima penyerahan….
Para penghadap yang telah dikenal oleh saya, Notaris  menerangkan kepada saya, Notaris bahwa dengan ini pihak pertama telah menyerahkan kepada pihak kedua dan pihak kedua mana menerangkan dengan ini telah menerima penyerahan dari pihak pertama atas 100 Lembar saham SM Entertainment  

Sunday, March 11, 2018

makalah ushul fiqh


MAKALAH
AS SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
DAN DALALAHNYA
Disusun Guna Memenuhi  Tugas  Semester IV
Mata Kuliah : Ushul Fiqh
Akhwal Syakhsiyah (AS) B
Dosen Pengampu : Abdul Kharis Na’im
Kelompok  5 :
1.       Miftahul Faaiz               (1420110049)
2.       Lailatul Mahmudah       (1420110061)
          3.       Nurul  Hidayati              (1420110072)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
 JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
As Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam yang utama dan kedudukannya setelah al-Qur’an. Di dalam kedudukannya sebagai sumber hukum Islam, As Sunnah dan hadist berfungsi sebagai penjelas hukum-hukum dalam  al-Quran dan menjadi nash bagi hukum-hukum yang tidak  disebutkan dalam al-Qur’an.  Adapun mengenai Sunnah dan Hadist mengandung makna yang sama, yakni sama-sama semua perbuatan, ucapan, dan taqrir Nabi.
Adalah suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk senantiasa mengamalkan Hadist dan Sunnah. sebab sama sekali tidak dibenarkan menyalahi hukum dan suruhan Nabi. Hadist shahih dan tidak berlawanan dengan petunjuk al-Qur’an, wajib menjadi pedoman bagi kaum Muslimin disetiap masa dan tempat.
Di dalam makalah ini, akan dibahas mengenai As sunnah sebagai sumber hukum dan dilalahnya. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
B.     Rumusan Masalah.
a.       Apa pengertian As Sunnah?
b.      Apa saja pembagian As Sunnah?
c.       Bagaimana tingkat  kehujjahan As Sunnah ?
d.      Bagaimana Nisbah As Sunnah dengan al-Qur’an?
e.       Apa saja Dilalah Hadist?   






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian As Sunnah
Secara etimologi kata sunnah berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah lebih umum disebut hadist yang mempunyai arti yaitu : qarib, artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar  artinya berita.[1] Selain itu sunnah dapat diartikan sebagai jalan yang terbentang untuk dilalui, jalan yang baik atau tidak baik. Seperti sabda Nabi SAW berikut:
barang siapa mengadakan sunnah /jalan yang baik,  maka baginya  pahala atas jalan yang ditempuhnya itu, ditambah lagi pahala orang-orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat. Dan barang siapa mengadakan sunnah / jalan yang buruk maka atasnya dosa karena jalan buruk yang ditempuhnya, diyambah dosa orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat.”(HR. Bukhori)[2]
Adapun pengertian sunnah secara terminologi dapat dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu ilmu hadist, fiqh, dan ushul fiqh. Menurut ulama hadist, sunnah itu identik dengan hadist, semua yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, atau ketetapannya sebagai manusia biasa termasuk akhlaknya baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul.
Menurut ulama ushul fiqh definisi sunnah adalah semua yang lahir dari Nabi SAW selain al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan (taqrir) Nabi yang berhubungan dengan hukum. Sedangkan sunnah menurut ahli fiqh, dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklif yang mengandung pengertian, perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa.[3]
Dari pengertian tersebut tampak bahwa sunnah/hadist menurut ulama hadist mempunyai pengertian lebih luas daripada pendapat ulama ushul. Ulama  hadist memandang bahwa semua yang datang dari Nabi SAW baik yang berkaitan dengan hukum atau tidak. Sedangkan menurut ulama ushul hanya terbatas pada sesuatu yang berkaitan dengan hukum saja.
B.     Pembagian As Sunnah
Sunnah berdasarkan definisi para ahli di atas dibedakan menjadi 3 yaitu qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah.
1.      Sunnah qauliyah sering dinamakan juga khabar atau berita berupa perkataan Nabi SAW yang didengar dan disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain.[4] Bisa juga diartikan perkataan atau ucapan-ucapan Nabi yang bertalian dengan syara’. Seperti contoh hadist berikut:”tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat al-Fatihah”.(HR Abu Hurairah)[5].
2.      Sunnah fi’liyah, adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, yang diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain. Misalnya tindakan beliau mengerjakan sholat 5 waktu dengan menyempurnakan cara-cara serta syarat-syaratnya,  cara berwudhu, dan menjalankan ibadah haji.
3.      Sunnah taqririyah adalah perkataan atau perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan dan sepengetahuan Rasulullah tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap ini menunjukkan persetujuan Nabi SAW.[6] contohnya  adalah ketika Nabi disuguhi daging dhab. Beliau tidak memakannya sehingga Khalid bin Walid bertanya: apakah daging itu haram ya Rasulullah? Nabi menjawab: “tidak, tetapi binatang itu tidak terdapat di daerah kaumku. Makanlah, sessungguhnya dia halal.” (HR. Bukhori dan Muslim).[7]
C.     Tingkat Kehujjahan As Sunnah
Para Jumhur Ulama telah sepakat tentang sunnah Rasul sebagai sumber hukum sesudah al-Qur’an dalam menetapkan suatu keputusan hukum, kekuataanya sama dengan al-Qur’an. Sehingga As Sunnah ini dijadikan sebagai hujjah bagi kaum muslimin dan sebagai sumber syari’at tempat para mujtahid mengeluarkan hukum syara’.[8] Oleh karenanya wajib bagi umat Islam untuk menerima dan mengamalkan apa yang terkandung dalam hadist selama sah dari Rasulullah SAW.
Adapun Dalil-dalil yang menyatakan As Sunnah sebagai sumber hujjah bagi kaum muslimin  adalah  di antaranya :
Firman Allah yang artinya ”apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka  terimalah, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS.Al-Hasyr:7).[9]
QS.An-Nisa yang artinya:”barang siapa yang mentaati Rasul, sungguh ia telah mentaati Allah…”(an-Nisa : 80).
Di dalam as sunnah terdapat dua hal yang tidak diragukan lagi, yaitu: sunnah merupakan kunci membuka al-Qur’an dan penerang yang memberi petunjuk untuk mengungkap hakikat dan mendalaminya secara mendetail. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT:
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad)menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”(QS.An-Nahl: 89). [10]
Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”(QS. Al-Maidah:67).
Dengan demikian, maka sunnah wajib diikuti. Kita karena berpegang teguh dengan sunnah dan mengamalkan, berarti kita telah mengamalkan kitab Allah.  [11]
D.    Nisbah As Sunnah dengan Al-Qur’an
Ditinjau dari segi penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum  syari’at nisbah as sunnah dengan al-Qur’an bahwa as-sunnah sebagai sumber hukum yang sederajat lebih rendah dari al-Qur’an. Artinya seorang mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa tidak akan mencari dalam as sunnah dahulu, kecuali bila tidak mendapatkan ketentuan hukum dalam al-Qur’an. [12]
Sunnah adalah penjelas bagi al-Qur’an. Karena itu, penjelasan as sunnah  senantiasa mengikuti dan tidak menyalahi al-Qur’an. Tentang nisbah as sunnah dengan al-Qur’an,  Imam Syafi’I menjelaskan fungsi as sunnah sebagai berikut :.
·         Sunnah menerangkan ungkapan-ungkapan umum yang terdapat dalam al-Qur’an. Dalam konteks ini sunnah juga berfungsi memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al-Qur’an.
·         Sebagai penjelasan berupa rincian atau batasan-batasan atas hukum al-Qur’an yang masih global, memberikan batasan ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum. Seperti bilangan dan waktu sholat, kewajiban berzakat, dan pergi berhaji.
·         Sebagai penentu hukum secara mandiri, dalam artian mengatur hukum yang tidak diatur di dalam nash al-Qur’an. As sunnah mewujudkan suatu hukum yang tidak didapati di dalam al-Qur’an.[13] Seperti contoh hadist yang mengharamkan seorang laki-laki mengawini wanita yang sepersususuan, karena sama dengan mengawini wanita yang tunggal nasab.[14]
E.     Dilalah Hadist
Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya orang-orang yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW, dibagi 3, yaitu:
1.      Hadist mutawatir, yaitu hadist yang diriwayatkan dari Nabi pada masa sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin, dan orang banyak yang tidak mungkin  mereka sepakat untuk berbuat dusta. Hadist mutawatir adalah qath’i wurudnya, yakni datang dari Rasulullah SAW wajib untuk diamalkan karena diriwayatkan secara mutawatir, yang menetapkan kebenaran asalnya dari Rasulullah.
2.      Hadist masyhur, adalah hadist yang diriwayatkan dari Nabi, oleh para sahabat atau sekelompok orang yang tidak sampai batas mutawatir, kemudian diriwayatkan di masa tabiin dan tabiit tabiin sejumlah orang yang sampai batas mutawatir. Contohnya adalah hadist yang diriwayatkan Umar bin Khattab :
انما الاعمال بالنيات 
Artinya:” sesungguhnya segala amal itu bergantung kepada niatnya…
Hadist masyhur juga wajib diamalkan sebagaimana hadist mutawatir. Hanya saja tingkatannya lebih rendah daripada hadist mutawatir dan lebih tinggi dari hadist ahad.
3.       Hadist Ahad, yaitu hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW oleh sejumlah orang yang tidak sampai pada batas mutawatir pad tiga masa. Contohnya hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah:
من اشترى شاة فو جدها محفلة فهو بخيار النظرين الى ثلاثة ايام ان رضيها امسكها وان سخطها ردها ورد معها صاعا من تمر 
Artinya:”barang siapa membeli kambing, lalu ditemuinya ada hisan, maka ia boleh berkhiyar selama tiga hari. Jika ia rela, maka teruskanlah. Jika ia tidak rela, maka kembalikan dengan disertai satu sha tamer.[15]
Dilihat dari segi dalalahnya, suatu sunnah itu adakalanya:A. Qathi’iyud dalalah (petunjuk yang diperoleh daripadanya memastikan demikian), bila pengertian yang ditunjuk oleh masing-masing sunnah itu tidak dapat ditafsirkan kepada arti di luar artinya yang semula. B.zhanniyatud-dalalah (petunjuk yang diperoleh darinya berdasarkan dugaan keras), jika pengertian yang ditunjuk oleh sunnah itu dapat ditafsirkan kepada arti lain diluar arti semula. [16]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata sunnah secara etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah umum disebut hadist yang mempunyai arti yaitu: qarib, artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar artinya berita. sedangkan secara istilah ulama ushul mengartikan sunnah yaitu segala dari Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan atau taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum agama.
Sunnah sendiri dibagi menjadi 3 yaitu sunnah qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah. Adapun nisbah as sunnah dengan al-Qur’an adalah :
-          Sunnah menerangkan ungkapan umum yang terdapat dalam al-Qur’an
-          Sebagai penjelasan dan memberikan batasan terhadap hukum al-Qur’an yang bersifat global dan mutlak, dan
-          Mengatur suatu hukum yang tidak diatur di dalam nash al-Qur’an.
Ditinjau dari segi dalalahnya, sunnah itu ada kalanya yaitu: Qath’iyud dalalah  dan zhanniyatud dalalah.
B.     Kritik dan Saran
Di dalam pembuatan makalah Ushul Fiqh  ini, yang membahas tentang “As Sunnah sebagai sumber hukum dan dalalahnya” penulis merasakan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Kasdi,Abdurrohman.2011.Kontekstualisasi Hukum Islam. Yogyakarta: Idea Press.
Khairul Umam,dkk.1998.Ushul Fiqh I.Bandung:CV. Pustaka Setia.
Team guru PAI Madrasah Aliyah.2016.Qur’an Hadist.Sragen:Akik Pustaka.
Yahya,Mukhtar.1986.Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami.Bandung:Al-Maarif.



[1] Khairul Umam,dkk.1998.Ushul Fiqh I.Bandung:CV. Pustaka Setia.hal 59
[2] Kasdi,Abdurrohman.2011.Kontekstualisasi Hukum Islam. Yogyakarta: Idea Press. Hal 73
[3] Khairul,Umam.dkk  Op.Cit  hal 60-61
[4] .ibid, hal 61
[5] Team guru PAI Madrasah Aliyah.2016.Qur’an Hadist.Sragen:Akik Pustaka.hal 5
[6] Khairul Umam,dkk.op.cit hal 62-63
[7] Team guru PAI Madrasah Aliyah. Op.Cit.hal 9
[8] Yahya,Mukhtar.1986.Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami.Bandung:Al-Maarif.hal 40
[9] Khairul,Umam.dkk.Op.Cit.hal 65
[10] Kasdi,Abdurrohman.2011.Op.Cit..hal 74
[11] Ibid,hal 75
[12]. Yahya,Mukhtar.Op.Cit hal 44
[13] Kasdi,Abdurrohman.Op.Cit.hal 82-84
[14] Yahya,Mukhtar.Op.Cit hal 50
[15] Khairul,Umam.dkk  Op.Cit.hal 67-69
[16] Yahya,Mukhtar.Op.Cit hal 56